Kalau kamu hidup di era 90an dan kamu cinta tanah air maka kamu pasti tahu betapa mendebarkannya saat menonton pertandingan Susi Susanti. Setiap pukulan smash-nya terasa seperti pukulan yang membawa beban bangsa. Setiap teriakan semangatnya di lapangan bukan sekadar suara tapi semacam sinyal bahwa Indonesia punya taring dan siap bertarung. Susi bukan cuma bermain. Dia bertarung demi nama bangsa. Dan ketika akhirnya dia meraih medali emas Olimpiade di Barcelona tahun 1992 maka seluruh Indonesia pun ikut menangis bahagia. Tangis yang bukan cuma air mata tapi juga tumpahan rasa bangga yang tidak bisa dibendung.
Apa yang membuat Susi begitu spesial? Jawabannya tidak sesederhana “karena dia jago.” Banyak atlet yang hebat. Banyak pemain yang punya teknik luar biasa. Tapi tidak banyak yang bisa membawa semangat nasionalisme sampai sedalam itu ke dalam lapangan. Susi adalah contoh nyata bahwa olahraga bukan cuma soal menang atau kalah. Tapi soal membela warna merah putih di atas segalanya. Setiap kali dia bertanding yang dia bawa bukan cuma raket dan bola. Tapi juga nama bangsa dan harga diri Indonesia yang tidak bisa ditawar-tawar.
Susi lahir di Tasikmalaya dan sejak kecil dia sudah menunjukkan ketekunan yang luar biasa. Dia tidak lahir dari keluarga mewah. Tapi dia punya kemewahan lain yaitu semangat baja dan jiwa pantang menyerah. Bakatnya mulai terlihat saat dia masih remaja. Tapi jangan kira semuanya berjalan mulus. Dia jatuh bangun melewati berbagai tantangan. Latihan keras. Cedera. Tekanan mental. Semua itu datang silih berganti. Tapi dia tidak pernah menyerah. Dia tahu bahwa dirinya ditakdirkan bukan hanya untuk bermain. Tapi untuk mewakili bangsa. Dan itu tanggung jawab yang tidak main-main.
Salah satu hal yang bikin Susi begitu dihormati adalah karena cara dia membawa dirinya. Di luar lapangan dia sangat rendah hati. Tapi di dalam lapangan dia berubah jadi singa. Agresif. Fokus. Tajam. Tidak ada lawan yang bisa dengan mudah mengalahkannya karena dia punya mental baja dan strategi matang. Dan yang paling luar biasa adalah dia selalu menjaga sportivitas. Tidak pernah mengeluh. Tidak pernah bersikap kasar. Karena dia tahu bahwa menjadi juara tidak cukup hanya dengan menang. Tapi juga harus menunjukkan kelas dan karakter sejati.
Olimpiade Barcelona tahun 1992 adalah tonggak sejarah yang tidak akan pernah dilupakan. Saat itu dunia menyaksikan bagaimana seorang perempuan Indonesia berdiri tegak dengan medali emas di lehernya dan lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan di negeri orang. Itu momen sakral. Momen yang bikin bulu kuduk merinding. Dan momen itu membuktikan bahwa Indonesia bisa. Bahwa bangsa ini mampu berdiri sejajar bahkan lebih tinggi di panggung dunia. Dan semua itu karena satu orang bernama Susi Susanti yang tidak pernah gentar menghadapi siapa pun.
Tapi tidak berhenti sampai di situ. Setelah pensiun Susi tidak menghilang begitu saja. Dia tetap aktif membina atlet muda. Dia membangun akademi. Dia menjadi inspirasi. Dia memberi semangat. Karena dia tahu bahwa kejayaan tidak boleh berhenti di satu nama. Harus ada regenerasi. Harus ada warisan. Dan dia memilih untuk menjadi bagian dari perjalanan panjang bulutangkis Indonesia. Tidak semua legenda mau turun tangan membimbing generasi baru. Tapi Susi melakukan itu tanpa banyak bicara. Karena dia paham bahwa cinta sejati pada bangsa tidak butuh panggung. Cukup dengan aksi nyata.
Tidak hanya dalam olahraga Susi juga menjadi simbol perempuan tangguh yang bisa berdiri di dunia yang penuh tekanan. Di era di mana dominasi laki-laki masih sangat kuat Susi membuktikan bahwa perempuan bisa lebih hebat. Bisa lebih tangguh. Dan bisa lebih berdampak. Dia tidak cuma menginspirasi atlet muda tapi juga menginspirasi perempuan-perempuan Indonesia untuk tidak ragu mengejar mimpi. Karena Susi sudah menunjukkan jalannya. Bahwa asal punya kemauan dan kerja keras apa pun bisa dicapai. Bahkan puncak dunia sekalipun.
Kita juga tidak bisa melupakan hubungan ikoniknya dengan Alan Budikusuma. Pasangan emas yang sama-sama membawa medali emas dari Olimpiade Barcelona. Dan kisah cinta mereka bukan kisah sinetron. Tapi kisah nyata dua insan yang saling mendukung di tengah perjuangan besar membela negara. Cinta mereka tumbuh dari lapangan latihan hingga akhirnya jadi keluarga yang harmonis. Dan sampai hari ini mereka tetap jadi pasangan panutan. Karena mereka tahu bahwa kemenangan terbesar bukan cuma soal emas tapi juga soal cinta dan komitmen yang abadi.
Susi Susanti juga menerima banyak penghargaan. Baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Tapi buat dia penghargaan tertinggi tetap datang dari rakyat yang mencintainya. Dari anak-anak yang menirukan gaya bermainnya. Dari orang-orang yang menyebut namanya dengan bangga. Dari sejarah yang mencatat namanya sebagai pelopor emas pertama Indonesia di ajang Olimpiade. Itu semua adalah bukti bahwa dedikasi tidak pernah sia-sia. Dan semangat tidak pernah padam kalau kita benar-benar tulus berjuang.
Jadi kalau kamu hari ini masih bertanya siapa tokoh perempuan Indonesia yang patut dijadikan panutan maka saya akan bilang dengan lantang tanpa ragu: Susi Susanti. Dia bukan hanya juara. Dia adalah semangat. Dia adalah jiwa. Dan dia adalah suara dari bangsa yang tidak pernah mau tunduk. Indonesia berhutang banyak pada Susi. Karena berkat dia kita belajar bahwa menang itu bukan soal keberuntungan tapi soal keberanian. Keberanian untuk bermimpi besar. Keberanian untuk bekerja keras. Dan keberanian untuk terus melangkah meski dunia berusaha menjatuhkan.
Ketika dunia mulai lupa pada nilai-nilai perjuangan maka nama Susi Susanti akan selalu hadir sebagai pengingat. Pengingat bahwa dalam setiap langkah ada makna. Dalam setiap pukulan ada nyala. Dan dalam setiap kemenangan ada cinta yang besar pada bangsa. Maka dari itu mari kita terus rawat api semangat itu. Jangan biarkan padam. Karena selama kita masih punya nama-nama seperti Susi Susanti maka Indonesia akan selalu punya alasan untuk berdiri tegak dan berkata dengan bangga bahwa kita bangsa juara yang tak akan pernah menyerah.